Jumat, 23 September 2016

Beton Aspal

BAHAN CAMPURAN BETON ASPAL

Campuran aspal adalah kombinasi material bitumen dengan agregat yang merupakan permukaan perkerasan yang biasa dipergunakan akhir-akhir ini. Material aspal dipergunakan untuk semua jenis perkerasan lentur jalan raya dan merupakan salah satu bagian dari lapisan beton aspal jalan raya kelas satu hingga di bawahnya.
Material bitumen adalah hidrokarbon yang dapat larut dalam karbon disulfat. Material tersebut biasanya dalam keadaan baik pada suhu normal dan apabila kepanasan dan melunak atau berkurang kepadatannya. Ketika terjadi pencampuran antara agregat dengan bitumen yang kemudian dalam keadaan dingin, campuran tersebut akan mengeras dan akan mengikat agregat secara bersamaan dan membentuk suatu lapis permukaan perkerasan (Harold N. Atkins, PE. 1997).
 1.      Aspal
Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam konsistensinya dimana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi secara alami atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (petroleum). Aspal Petrolum dan aspal liquid asalah material yang penting.
     Menurut The Asphalt Institut Superpave (1999) Series No.1 (SP-1), tonase dari produksi aspal setiap tahunnya bertambah terus-menerus mulai dari 3 juta ton pada tahun 1926 meningkat menjadi 8 juta ton pada tahun 1946, kemudian terjadi peningkatan secara drastis pada tahun 1964 yaitu sebanyak 24 ton. Aspal adalah sistem klorida yang rumit dari material hydrocarbon yang terbuat dari Asphaltenes, resin dan oil.
     Aspal ialah bahan hidro karbon yang bersifat melekat (adhesive), berwarna hitam kecoklatan, tahan terhadap air, dan visoelastis. Aaspal sering juga disebut bitumen merupakan bahan pengikat pada campuran beraspal yang dimanfaatkan sebagai lapis permmukaan lapis perkerasan lentur dan mempunyai sifat visoelastis. Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang dan bersifat cair bila dipanaskan. Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatik yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hidrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten. Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar.
Gambar 1.1 Bitumen

Jenis Aspal
terbagi menjadi 2 tipe, yaitu aspal buatan dan aspal alam.
a)    Aspal Alam (Asbuton)
Aspal alam (Asbuton) Langsung tersedia di alam. Di Indonesia, aspal alam dapat diperoleh dari Pulau Buton. Sifat  asbuton sangat dipengaruhi oleh suhu, yang mana jika suhu semakin meningkat, maka aspal akan semakin cepat mencapai plastis. Selain itu, sifat asbuton pun dipengaruhi oleh bahan pelarut, yang jika asbuton diresapi oleh flux oil (bahan perangsang) maka asbuton akan menjadi lembek. Asbuton digunakan sebagai lapis permukaan pada jalan dengan volume lalu lintas 200 – 1500 kendaraan/hari. Klasifikasi Asbuton yaitu:
1. Asbuton 10 à Kadar aspal      9 – 11 %
2. Asbuton 13 à Kadar aspal 11,5 – 14,5 %
3. Asbuton 16 à Kadar aspal               15 – 17 %
4. Asbuton 20 à Kadar aspal  17,5 – 22,5 %
5. Asbuton 25 à Kadar aspal     23 – 27 %
6. Asbuton 30 à Kadar aspal  27,5 – 32,5 %
b)   Aspal buatan
Aspal buatan merupakan hasil akhir dari penyaringan minyak (biasanya aspal + paraffin). Klasifikasi aspal buatan yaitu:
1. Aspal Cair
Aspal cair bukan merupakan produksi langsung dari penyaringan minyak kasar, melainkan dari produksi tambahan, karena harus melalui proses lanjutan. Aspal ini biasa digunakan untuk take coat (pelapis) dan prime coat (perekat).
Untuk aspal cair terdiri dari tiga jenis, yaitu:
a. Rapid Curing (RC) → AC+gasoline → cepat kering,
b.Medium Curing (MC)→ AC+minyak tanah→ kering sedang,
c. Sort Curing (SC) → AC+solar → lambat mengering.
2. Aspal Emulsi
Aspal emulsi merupakan campuran dari aspal semen dengan air. Aspal ini dapat digunakan untuk cold mix dan take coat (pelapis).Untuk aspal emulsi terdiri dari dua jenis, yaitu:
a. Aspal emulsi kationik (+),
b. Aspal emulsi anionik (-).
3. Aspal Semen (Asphalt Cement / AC )
Untuk Aspal Semen sendiri ada beberapa tipe yaitu:
a. AC  40/50
b. AC  60/70
c. AC  85/100
d. AC 120/150
e. AC  200/300
Angka diatas menunjukkan nilai penetrasi aspal, semakin tinggi nilai   penetrasi  maka semakin lembek aspal tersebut. AC dengan penetrasi rendah digunakan di daerah  bercuaca panas atau lalu lintas volume tinggi sedangkan yang berpenetrasi tinggi digunakan di pada daerah bercuaca dingin atau berlalu lintas rendah. Pengujian aspal yang dilakukan tentunya berpedoman pada spesifikasi yang sesuai dengan angka penetrasinya. Pada laporan praktikum ini, aspal yang diuji merupakan aspal pertamina dengan angka penetrasi 60/70 sehingga aspal tersebut harus memenuhi spesifikasi pada tabel 2.1 dibawah ini. Adapun macam-macam pengujian aspal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Uji penetrasi
Spesifikasi : SK SNI 06-2456-1991
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan angka penetrasi aspal yang akan menjadi acuan spesifikasi pada karaktristik lainnya.
2.      Uji titik lembek
Spesifikasi : SNI 06-2434-1991
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suhu dimana aspal mulai lembek akibat suhu udara sehingga dalam perencanaan jalan bisa diperkirakan bahwa aspal yang digunakan masih tahan dengan suhu di lokasi perencanaan jalan tersebut.
3.      Uji titik nyala dan titik bakar aspal
Spesifikasi : SNI 06-2433-1991
Titik nyala diketahui untuk memperkirakan temperatur maksimum dalam pemanasan aspal sehingga dalam praktik di lapangan,pemanasan aspal tidak boleh melebihi titik nyala dan titik bakarnya. Dalam percampuran aspal diusahakan untuk tidak melebihi titik nyala karena bila dipanaskan lebih dari titik nyala, aspal dapat menjadi keras dan getas jika terbakar karena ikatan antar molekul aspal berkurangatau bahkan hilang sama sekali.
4.      Uji daktilitas
Spesifikasi : SNI 06-2432-1991
Uji daktilitas aspal adalah suatu uji kualitatif yang secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau daktilitas aspal keras.Aspal dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang memiliki daya adhesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki nilai daktilitas yang tinggi.
5.      Uji berat jenis aspal
Spesifikasi : SNI 06-2441-1991
Pada pengujian ini dihasilkan berat jenis aspal yang akan digunakan dalam analisa campuran, yaitu pada formula berat jenis maksimum campuran serta persentase rongga terisi aspal.
6.      Uji kelarutan aspal dengan CCl4
Spesifikasi : AASHTO T-44-03
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemurnian aspal.CCl4 digunakan sebagai pelarutnya.
7.      Pengujian kehilangan berat aspal
Spesifikasi : SNI 06-2441-1991
Menentukan berat minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu yang dinyatakan dalam persen berat semula.
8.      Pengujian viskositas aspal
Spesifikasi : AASHTO T 201-03
Kekentalan bitumen sangat bervariasi terhadap suhu, dari tingkat padat, encer sampai cair.Hubungan antara kekentalan dan suhu adalah sangat penting dalam perencanaan dan penggunaan materi bitumen.
  

Tabel 1.1 Ketentuan-Ketentuan untuk Aspal Keras

2.   Agregat
Agregat adalah sekumpulan butir-butir pecah, kerikil, pasir, atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum – Direktorat Jendral Bina Marga, 1998).
Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain (Harold N.Atkins.1997).
Sedangkan secara umum agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat (Silvia Sukirman, 2003).
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa agregat sebagai kumpulan butiran batuan yang berukuran tertentu yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan batu besar ataupun agregat yang di sengaja dibuat untuk tujuan tertentu.
Gambar 1.2 Agregat
Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian beras oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan dan pemeliharaan jalan. Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang harus diperiksa antara lain:
a. Ukuran butir
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut. 
b. Gradasi
Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh agregat harus melalui satu set saringan. Gradasi dibedakan menjadi gradasi seragam (uniform graded), gradasi rapat (dense graded), gradasi senjang (gap graded).
c. Kebersihan agregat
Dalam spesifikasi biasanya memasukan syarat kebersihan agregat, yaitu dengan memberikan suatu batasan jenis dan jumlah material yang tidak diinginkan (seperti tanaman, partikel lunak, lumpur dan lain sebagainya) berada dalam atau melekat pada agregat. Agregat yang kotor akan memberikan pengaruh yang jelek pada kinerja perkerasan, seperti berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat.
d. Kekerasan
Semua agregat yang digunakan harus kuat, mampu menahan abrasi dan degradasi selama proses produksi dan operasionalnya di lapangan. Agregat yang akan digunakan sebagai lapis permukaan perkerasan harus lebih keras (lebih tahan) dari pada agregat yang digunakan untuk lapis bawahnya. Hal ini disebabkan karena lapisan permukaan perkerasan akan menerima dan menahan tekanan dan benturan akibat beban lalu lintas paling besar. Untuk itu, kekuatan agregat terhadap beban merupakan suatu persyaratan yang mutlak harus dipenuhi oleh agregat yang akan digunakan sebagai bahan jalan.
e. Bentuk butir agregat
Bentuk partikel agregat yang bersudut memberikan ikatan antara agregat (agregate interlocking) yang baik yang dapat menahan perpindahan (displacement) agregat yang mungkin terjadi. Agregat yang bersudut tajam, berbentuk kubikal dan agregat yang memiliki lebih dari satu bidang pecah akan menghasilkan ikatan antar agregat yang paling baik. Dalam campuran beraspal, penggunaan agregat yang bersudut saja atau bulat saja tidak akan menghasilkan campuran beraspal yang baik. Kombinasi penggunaan kedua bentuk partikel agregat ini sangatlah dibutuhkan untuk menjamin kekuatan pada struktur perkerasan dan workabilitas yang baik dari campuran tersebut.
f. Tekstur permukaan agregat
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan kekuatan pada campuran beraspal karena kekasaran permukaan agregat dapat menahan agregat tersebut dari pergeseran atau perpindahan. Kekasaran permukaan agregat juga akan memberikan tahanan gesek yang kuat pada roda kendaraan sehingga akan meningkatkan keamanan kendaraan terhadap slip. Selain itu, film aspal lebih mudah merekat pada permukaan yang kasar sehingga akan menghasilkan ikatan yang baik antara aspal dan agregat dan pada akhirnya akan menghasilkan campuran beraspal yang kuat.
g. Daya serap agregat
Jika daya serap agregat sangat tinggi, agregat ini akan terus menyerap aspal baik pada saat maupun setelah proses pencampuran agregat dengan aspal di unit pencampur aspal (AMP). Hal ini akan menyebabkan aspal yang berada pada permukaan agregat yang berguna untuk mengikat partikel agregat menjadi lebih sedikit sehingga akan menghasilkan film aspal yang tipis. Oleh karena itu, agar campuran yang dihasilkan tetap baik agregat yang porus memerlukan aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan yang kurang porus.
h. Kelekatan terhadap aspal
Kelekatan agregat terhadap aspal adalah kecenderungan agregat untuk menerima, menyerap dan menahan film aspal.

Agregat terbagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu agregat kasar, agregat halus dan filler.
1. Agregat Kasar ( tertahan #8)
Fungsi:
Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling mengunci (interlocking) dari masing-masing agregat kasar dan dari tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan. Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar).
Karakteristik agregat kasar:
a)      Mempunyai kekuatan atau kekerasan  (Crushing Strenght).
b)      Mempunyai bentuk yang relatif  kotak / kubus.
c)      Mempunyai bidang permukaan yang relatif  kasar.
Agregat yang digunakan dalam pembuatan aspal beton adalah batu pecah atau kerikil dalam keadaan kering dengan persyaratan sebagai berikut:
a)      Keausan agregat yang diperiksa dengan mesin Los Angeles pada 500 putaran harus mempunyai nilai maksimum 40 %.
b)      Kelekatan terhadap aspal harus lebih besar dari 95 %.
c)      Indeks kepipihan agregat maksimum 25 %.
d)     Peresapan agregat terhadap air maksimum 3 %.
e)      Berat jenis semu agregat minimum 2,50.
f)       Gumpalan lempung agregat maksimum 0,25 %.
g)      Bagian-bagian batu yang lunak dari agregat harus kurang dari 5%.

2. Agregat halus ( lolos #8 dan tertahan #200 )
Fungsi:
Menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar. Selain itu dengan semakin kasarnya tekstur permukaan agregat halus maka dapat menambah kekasaran permukaan. Agregat halus #30 s/d #200 penting untuk menaikkan kadar aspal  sehingga akan lebih awet.
Karakteristik agregat halus:
a)      Mempunyai kekuatan atau kekerasan  (Crushing Strenght).
b)      Mempunyai bentuk yang relatif  kotak / kubus.
c)      Mempunyai bidang permukaan yang relatif  kasar.
Agregat halus harus terdiri dari bahan-bahan berbidang kasar, bersudut tajam, dan bersih dari kotoran-kotoran.Agregat halus terdiri dari pasir, bahan-bahan halus hasil pemecahan batu atau kombinasi bahan-bahan tersebut dalam keadaan kering yang  memenuhi syarat:
a)      Nilai sand equivalent dari agregat minimum 50.
b)      Berat jenis semu minimum 2,50.
c)      Dari pemeriksaan Atterberg, agregat harus non plastis.
d)     Peresapan agregat terhadap air maksimum 3 %.

2. Filler ( lolos #200 )
Filler merupakan salah satu bahan pengisi rongga campuran aspal, sebagai bahan pengisi rongga udara pada material sehingga dapat memperkaku lapisan aspal. Filler yang biasa digunakan untuk beton aspal AC-WC yaitu abu batu dan semen portland.
Adapun karakteristik filler, antara lain:
a)      Mengisi ruang kosong
b)      Membuat mix stiff / stable
Dalam perencanaan ini filler yang digunakan adalah semen portland.
Menurut Krebs, R.D. and Walker, R.D., (1971) definisi dari semen yang dalam hal kegunaan dari spesifikasi ini semen portland, adalah produk yang didapatkan dengan membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok, yaitu kalsium silikat hidrolik. Tipe semen portland yang digunakan adalah semen portland tipe I yang sangat umum digunakan dalam berbagai perencanaan sesuai Tabel di bawah ini. Bahan semen yang digunakan harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki dan tidak menggumpal.

3.      Bahan Tambah (Wetfix-Be)
Wetfix-Be adalah bahan kimia anti stripting yang disarankan dosis pemakaian yaitu 0,3% terhadap kadar aspal terutama pada musim hujan. Zat aditif kelekatan dan anti pengelupasan dapat ditambahkan ke dalam aspal dan prosentase aditif yang diperlukan serta waktu pencampurannya harus sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.

Gambar 1.3 Bahan Aditif

 Keuntungan lain menggunakan zat aditif wetfix-be pada perkerasan jalan yaitu:
a.       Sebagai modifier aspal untuk meningkatkan ikatan agregat dan aspal.
b.      Dapat digunakan untuk mencapai macam jenis agregat.
c.       Pemeliharaan rutin menjadi berkurang.
d.      Dapat memperpanjang umur jalan 3-4 tahun.
e.       Jalan selalu baik terpelihara dan nyaman.

Tabel 1.2 Spesifikasi yang dimiliki oleh Wetfix-Be (Akzo Nobel, 2003)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar